Memilih Pasangan
Thru the poorer or richer, till death do us apart |
Ups, kayaknya judul di atas terlalu provokatif, atau bahkan terlalu boring? Bagi mereka yang berada di usia twenty something, topik mengenai pasangan adalah the most common conversations topic ever. Ketika bertemu dengan teman lama, teman baru, saudara lama tidak bertemu, atau yang sering bertemu tapi tak bosan-bosannya selalu bertanya, "mana pasanganmu?"
Topik serupa pernah aku bahas sebelumnya di "The Frequently asked question at Ied Moment", dalam tulisan itu aku menyorot tentang Big Question : Why don't you get Married? Tapi tenang, kali ini agak berbeda, aku ingin membahas tentang memilih pasangan dengan the big Q : "what is your ideal soulmate?"
Yah, i know my question is so Mario Teguh. Trust me I am not a huge fan of him and barely watch his show. Additionally, aku tidak bermaksud untuk menjadi motivator atau anything but waste dalam tulisan ini. Topik ini terlintas berawal dari sebuah late post dari teman di Path (kind of new-booming social network vica versa with Facebook but much cooler) yang mengcapture status dari Mario Teguh di Facebook. Image itu begitu terpampang sehingga membuatku mau tidak mau membacanya, aku lupa exactly nya seperti apa namun intinya seperti ini:
Apa Definisi Pria dan Wanita yang berhasil?
Pria yang berhasil adalah dia yang berhasil mengumpulkan uang lebih banyak daripada kemampuan istrinya untuk berbelanja
Wanita yang berhasil adalah yang berhasil menemukan pria itu.
Dahulu kala, dikarenakan begitu banyak anak muda galau di negeri ini yang begitu mengidolakan Bapak Mario, aku ingat seorang teman juga memasang status di fb yang dikutip dari status Mario, bahwa hanya lelaki miskin yang takut pada wanita matre..aku lupa tepatnya seperti apa namun penangkapanku demikian.
Well, rupanya bapak yang satu ini mengerti dengan baik segmentasi pasar dia, dan mengetahui bahwa apa yang paling digalaukan oleh pencari pasangan adalah mengenai pasangan yang ideal.
Berangkat dari situ, aku memulai diskusi kecil dengan beberapa orang, topik yang dibahas adalah mengenai memilih pasangan dan kemapanan. Seakan tepat ditanyakan pada segmen yang sedang mating season dan mapan, maka pembicaran bergulir dengan seru.
Salah satu teman, pria yang bisa dibilang cukup mapan karena telah memiliki pekerjaan steady, more than enough wage, berpendapat bahwa baginya, pasangan ideal ia adalah seorang wanita yang menerima apa adanya dia secara materi, seseorang yang bisa dibawa dalam kondisi apapun termasuk saat kondisi ekonomi membelit.
Sebuah jawaban yang sangat wajar. Who don't darling a wife like that? Wanita dengan tipe ideal tersebut muncul dari sebuah ketakutan ego seorang laki-laki. Kemapanan adalah salah satu ego laki-laki dan ketika egonya tidak dalam genggamannya, laki-laki itu ketakutan jika pasangannya tidak mencintainya lagi. Ketakutan yang wajar mengingat seringnya kita disuguhi berita tentang pasangan yang retak karena kondisi ekonomi yang sedang turun.
Namun teman yang lain, memiliki perbedaan pendapat. Sedikit setuju dengan Mario Teguh dia melihat laki-laki dengan tipe diatas adalah sebuah bentuk kepengecutan laki-laki dalam menyandang tugasnya sebagai suami, a money maker for a family. Katanya, hanya laki-laki miskin yang menganggap wanita itu matre lagipula seorang gentleman tidak akan membiarkan wanitanya bersengsara ria. Bahkan a gentleman like that akan memilih mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk menjaga agar kelak pasangannya tidak kekurangan, dan menunggu hingga kaya sampai meminang wanita. Well noted, ada tipe laki-laki dengan keoptimisan seperti demikian.
Tidak ada yang salah juga dengan laki-laki seperti itu. it is just one and another type of man's perspective. Memang budaya Kapitalis Patriakis membuat manusia memiliki common sense bahwa laki-laki seharusnya memiliki penghasilan yang lebih banyak daripada wanitanya karena laki-laki adalah tulang punggung keluarga.
Menjawab ketakutan dua teman di atas, aku menyampaikan bahwa Hey, there is no need to be affraid! Saat ini wanita yang mau diajak susah jumlahnya sangat banyak, bahkan mudah ditemui. Wanita saat ini, dengan pandangan yang modern, fleksibel dan ingin berontak dari budaya Kapitalis patriakis, memilih untuk bekerja, menghasilkan uang yang sama banyaknya (bahkan lebih) dari laki-lakinya, dan tidak akan membiarkan perekonomiannya jatuh bersama pasangannya. Kalaupun ekonomi mereka jatuh, wanita itu tidak akan meninggalkan laki-lakinya, tapi bahkan akan bekerja lebih keras agar bisa bangkit kembali. Wanita-wanita yang menolak menjadi bagian dari kapitalis patriakis tersebut, adalah wanita-wanita yang percaya bahwa prinsip soulmate adalah di atas segalanya. Karena bagaimanapun sepandai-pandainya wanita, dia tidak akan bisa mengabaikan hatinya. Just put faith in your women.
Namun jawaban dari temanku yang satunya lagi sangat unik dan aku baru sekali mendengar jawaban seperti itu.
Dia bilang bahwa dia akan memilih pasangan yang bisa dibawa saat ekonomi mereka di atas.
Apa maksud dari jawaban itu?
Seorang pasangan yang blend-in dengan kelas atas dan tidak mempermalukannya di depan komunitasnya? seseorang yang berpenampilan kelas ekonomi menengah ke atas?
Nope, ternyata bukan seperti itu. Namun pasangan yang tetap bersahaja saat laki-lakinya membawa keluarga mereka di roda kehidupan paling atas. Asumsinya begini, jika laki-laki tersebut memiliki penghasilan 100, maka wanita itu akan menghabiskan 70 dari penghasilan mereka dan suatu saat jika laki-laki itu memiliki penghasilan 500, maka wanita itu hanya akan menghabiskan 150, bukan 350 atau bahkan 500.
Wanita seperti itu adalah wanita yang tidak melupakan identitasnya saat laki-lakinya membawanya ke dunia baru yang penuh dengan gemerlap kekayaan.
I am impressed. Somehow, I like this answer!Karena bagaimanapun keinginan manusia tidak akan pernah bisa kurang dari penghasilannya. Keinginan selalu way over revenue. Kalau pinjam istilah dalam bahawa jawa, wanita seperti itu adalah wanita yang kuat derajat. Tidak peduli bagaimanapun keadaan perekonomiannya, dia selalu bisa manage tanpa perlu berlebihan maupun kekurangan. Wanita yang tidak merubah gaya hidupnya meskipun mereka dilimpahi banyak rejeki.
I take a note on that karena bagaimanapun I admit, as a women, and as the capitalism-patriarchy-breaker, menjaga gaya hidup agar tidak selalu mengikuti penghasilan, adalah hal yang paling challanging. karena untuk menjadi wanita yang bisa diajak susah itu sangat gampang karena saat kita tidak memiliki 'power' di tangan kita, we have nothing unless keep struggling and praying, but when we have the 'power' in our hand, can we hold ourself to not use it while we know that we can use it without concern of anything?
Namun tidak hanya berlaku pada wanita, pada laki-laki pun sama. Bisakah laki-laki tidak melupakan kesetiaan pasangannya ketika ia memiliki 'dunia' di tangannya? seperti our poverb bilang, laki-laki hanya akan takluk pada harta, tahta atau wanita. Bisakah laki-laki tidak melakukan poligami saat dia mengetahui dirinya mampu membiayai 4 wanita sekaligus?
Yup, inilah tantangan yang sesungguhnya dalam mencari idealisme dari seorang pasangan. Well, tidak ada konklusi dalam tulisan ini. Tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk dari bagaimana seseorang menilai pasangan yang paling ideal bagi dirinya. Choose wisely anyway! When you have power to choose, will you choose what you really want or what you really need?
Comments
Post a Comment