The Most Beautiful Human In the World
My Most Beautiful Human In The World |
You too, my mother, read my rhymes For love of unforgotten times, And you may chance to hear once more The little feet along the floor.
(To My Mother - Robert Louis Stevenson , 1850 -1894)
Akhirnya, aku punya waktu juga untuk menulis di saat weekend setelah jadwal tidur marathon yang tampak tidak ada ujungnya di weekend, ditambahkan dengan rutinitas yang rutin dan rutin, kemudian hutang membaca buku yang nampak tidak pernah berkurang melainkan bertambah (karena akhir-akhir ini aku membaca seperti petir dimana kecepatan membeli buku seperti kecepatan cahaya dan membaca seperti kecepatan bunyi) maka here i am, juggling over time and my duty as human.
And sadly, I hardly found something to write. Dalam beberapa hari terakhir aku menerima beberapa heartbreaking news dari teman-temanku. Sehari setelah hari raya Idhul Fitri, Ayah dari seorang sahabat meninggal, beberapa hari kemudian, ketika bertemu dengan seorang teman yang sedang memberikan undangan pernikahan dia menceritakan bahwa pernikahannya berlangsung di tempat kakeknya berada karena kedua orang tuanya sudah meninggal dunia dan satu-satunya saudara paling dekat dengannya adalah kakeknya.
Saat di kantor, aku tiba-tiba menyadari begitu banyak kantong-kantong sumbangan yang beredar dalam seminggu terakhir. Setiap kantong sumbangan menandakan bahwa satu orang tua dari pegawai di tempat ku bekerja telah tiada.
What's happen? Apakah karena aku sudah berada di zona usia saat orang tua telah memasuki usia lanjut and that's it? Father of someone, mother of somebody are passed away due to their ages.
Namun mengamini kata-kata temanku, tidak peduli seberapapun tua orang tua, seberapa sakit dan siapnya, kehilangan orang tua adalah kesedihan paling tak terperi dalam sejarah manusia.
Aku kehilangan Ayahku tahun lalu, in a shock, dan sama sekali tidak siap, aku hancur seperti debu. I lost my direction.
Lalu minggu lalu, aku mengunjungi Ibu temanku yang sedang dirawat di rumah 'sehat' karena sakitnya yang telah bersarang selama bertahun-tahun. Awalnya karena kanker pharynx kemudian merambat kemana-kemana sehingga menyusutkan tubuhnya, kulitnya dan suaranya yang cantik. Penyakit dengan kejamnya mengubah tubuhnya menjadi jauh lebih tua dari usianya.
Saat itu, menatap temanku yang sangat cantik (literally) sedang duduk di samping ibunya yang sedang duduk dengan ceria meskipun terlalu sakit untuk bersuara, my heart is cracked. Tidak satupun kemiripan kutemukan diantara keduanya. Jika temanku tidak sedang sibuk memeluk tubuh kecil di sampingnya, maka aku akan mengasumsikan bahwa wanita diatas bed tersebut tidak memiliki hubungan darah dengan gadis cantik di sebelahnya.
Kejadian ini membuatku sangat emosional dan melankolis selama beberapa hari terakhir. Meskipun terakhir kali aku bertemu dengan Ibuku saat Idul Fitri which is 2 minggu yang lalu, tiba-tiba aku merasa sangat merindukan beliau. Ingin memeluknya, menggandeng tangannya dan mendengarkan anekdot-anekdot yang kadang tidak lucu keluar dari bibirnya.
Kalau sudah begitu aku tiba-tiba seperti sedang ditertawakan oleh pepatah yang sangat sering kita lontarkan untuk men-teasing seseorang. We never know until we lost it.
Dulu, saat SMA, karena alasan Ibuku yang sangat super protektif aku memutuskan anything happen aku harus kuliah di luar kota karena aku ingin merasakan kebebasan dari Ibuku. Berhasil mendapatkannya akhirnya hal tersebut terus berlanjut sampai aku bekerja. Perasaan terbebas yang kini sudah berganti kata mandiri seakan menjadi harga diri yang dapat kubanggakan. Melihat teman-temanku yang masih tinggal bersama orang tuanya, dan hampir tidak dapat melakukan apapun tanpa bantuan orang tuanya membuatku mencibir mereka. How can even you grow up?
Pemikiranku yang super sederhana rupanya melupakan bahwa waktu kebersamaan seorang anak dengan orang tuanya sangat berharga. Waktu kita selalu bersama mereka tanpa harus mengetahui bahwa mereka menua.
Trust me, the most painful thing to watch adalah saat seorang anak akhirnya menyadari bahwa orang tuanya telah menua. Untuk kasusku, setiap aku pulang ke rumah Ibuku, setiap beberapa bulan, aku akan menemukan spot baru dimana ibuku mulai menua di sana sini. Awalnya menemukan uban, beberapa bulan kemudian menemukan separuh rambutnya telah memutih dan menipis. Awalnya menemukan bintik hitam di kulit tangannya, dan beberapa kemudian kulitnya sudah begitu mengkerut dan tipis. Bahkan di saat beliau tertawa yang bisa kulihat adalah sudut kerut di ujung mata dan mulutnya.
My stupid dan silly mind selalu percaya bahwa My mother always young forever karena Ibuku selalu melakukan apapun dengan kekuatannya sendiri. My super multi talented mother bisa mencuci, menyetlika, memasak, sekaligus menjahit, memotong rambut, menggambar, bermain tenis, bahkan beliau adalah satu-satunya 'dokter' yang selalu kupercaya setiap aku merasakan sakit apapun. Ibuku adalah generasi dimana dia akhrinya bisa menyatakan kemandiriannya akan bantuan dari Asisten Rumah tangga.
May I called her as the most beautiful human in the world? karena apa yang ia lakukan, berikan dan minta melebihi apa yang bisa didefinisikan oleh kata hebat. Say it, setiap pagi dia akan bangun mandi, sholat shubuh, melakukan jogging singkat ke pasar, belanja, pulang dan kemudian memasak sarapan sampai anak-anaknya terbangun. Selama itu dia akan menyiapkan seragam anaknya, kemudian memberangkatkan mereka.
Di saat anak-anaknya berada di sekolah, dia akan mulai menyetel musik dan memasak untuk makan siang, sambil mulai memasukkan cucian ke mesin cuci. Setelah keduanya selesai dia akan mulai menyetlika, dan jika masih ada waktu beliau akan menjahitkan baju untuk barbie anaknya sambil menunggu buah hatinya pulang. Setelah anak-anaknya pulang, ia akan memberi makan mereka, mencuci piringnya kemudian menyuruh anak-anaknya mengerjakan PR atau tidur siang. Dia akan melanjutkan membersihkan rumah karena ketika anaknya datang, sama dengan debu dan kotoran masuk rumah. Dia akan terus mengurus ini itu sampai anaknya terbangun, mandi, dan menemukan keajaiban makan malam yang sudah tersedia di meja. Selama itu, Ia juga mandi, mengganti baju dan bersiap diri untuk menemani anaknya belajar hingga larut malam sementara dia masih memiliki tugas-tugas lain seperti kembali mencuci piring dan melayani suaminya yang baru tiba dari kerjanya yang super melelahkan.
Di saat seperti itu, seorang Ibu tidak punya cukup banyak waktu untuk belajar kembali atau membaca tumpukan buku favoritnya. Keluarga adalah kehidupannya, kepentingan keluarganya adalah mandat yang harus ia lakukan setelah menyandang kata Ibu. Ibu tidak memilihnya, namun naluri yang mendorongnya.
Ibuku adalah salah satu ibu rumah tangga yang seperti itu. Aku dulu tidak pernah mengerti mengapa dia sangat bersemangat saat weekend datang dan mengajak kami semua keluar rumah untuk makan di luar. Karena dia tidak pernah punya cukup waktu untuk keluar dari rumah untuk menikmati makanan orang lain. Karena sesekali dia ingin tidak mencuci piring, namun orang lain yang melakukannya untuknya. Hal itu adalah reward kecil untuk dirinya atas seminggu penuh bergelut dengan cucian dan kotoran.
Hebatnya (or you can put on something else), Ibuku sangat jarang menyuruh anak-anaknya untuk melakukan household matters. Setiap kami pulang dari sekolah, rumah akan secara magic bersih dan rapi. Seakan Ibuku adalah peri yang memiliki tongkat untuk merapikan semua hal yang remeh.
Aku tidak pernah menghargai itu sampai pada akhirnya aku harus melakukannya dengan tanganku sendiri. Mencuci piring, dan baju serta setlika. Saat itu aku tertawa dan pada akhirnya hanya menambahkan rasa cintaku pada ibuku yang tidak akan pernah sebesar cintanya padaku.
Aku tahu, semua Ibu berbeda dengan segala sifat dan kebiasaannya. Semua memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun seorang anak tidak akan mampu melihat kekurangan Ibunya, seorang anak yang mencintai ibunya akan buta terhadap kekurangannya karena semua kelebihan Ibunya menutupi kekurangan yang tidak seberapa itu.
Ibuku mungkin tidak memegang gelar S-2 atau bisa berbicara dalam bahasa inggris yang sophisticated. Bahkan kadang aku harus mempelajari keahlian khusus untuk membaca text message darinya yang selalu di singkat-singkat dengan aneh. Ibuku adalah Ibu sederhana yang tidak pernah mengetahui bahwa tas mahal di mangga dua ada lagi yang jauh lebih mahal harganya (yang asli tentunya). Ibuku tidak pernah membaca artikel dari internet tentang cara membesarkan anak, atau another life-hacking tips. Ibuku tidak seperti itu. Namun Ibuku hanya mengikuti nalurinya dan kecintaannya untuk mendidik anaknya dan menanamkan moral kepada mereka untuk menjadi ordinary mundane yang dapat berfungsi cukup baik di masyarakat segala lapisan. Aku adalah hasil dari naluri dan cinta Ibuku, and I am not such a big failure.
In my pray, I never asked anything better than my mother had right now. Not even once, I ever regret what my mother done and teaches me. For me, She is the perfection. She is the most Beautiful Human in the World.
Saat itu, menatap temanku yang sangat cantik (literally) sedang duduk di samping ibunya yang sedang duduk dengan ceria meskipun terlalu sakit untuk bersuara, my heart is cracked. Tidak satupun kemiripan kutemukan diantara keduanya. Jika temanku tidak sedang sibuk memeluk tubuh kecil di sampingnya, maka aku akan mengasumsikan bahwa wanita diatas bed tersebut tidak memiliki hubungan darah dengan gadis cantik di sebelahnya.
Kejadian ini membuatku sangat emosional dan melankolis selama beberapa hari terakhir. Meskipun terakhir kali aku bertemu dengan Ibuku saat Idul Fitri which is 2 minggu yang lalu, tiba-tiba aku merasa sangat merindukan beliau. Ingin memeluknya, menggandeng tangannya dan mendengarkan anekdot-anekdot yang kadang tidak lucu keluar dari bibirnya.
Kalau sudah begitu aku tiba-tiba seperti sedang ditertawakan oleh pepatah yang sangat sering kita lontarkan untuk men-teasing seseorang. We never know until we lost it.
Dulu, saat SMA, karena alasan Ibuku yang sangat super protektif aku memutuskan anything happen aku harus kuliah di luar kota karena aku ingin merasakan kebebasan dari Ibuku. Berhasil mendapatkannya akhirnya hal tersebut terus berlanjut sampai aku bekerja. Perasaan terbebas yang kini sudah berganti kata mandiri seakan menjadi harga diri yang dapat kubanggakan. Melihat teman-temanku yang masih tinggal bersama orang tuanya, dan hampir tidak dapat melakukan apapun tanpa bantuan orang tuanya membuatku mencibir mereka. How can even you grow up?
Pemikiranku yang super sederhana rupanya melupakan bahwa waktu kebersamaan seorang anak dengan orang tuanya sangat berharga. Waktu kita selalu bersama mereka tanpa harus mengetahui bahwa mereka menua.
Trust me, the most painful thing to watch adalah saat seorang anak akhirnya menyadari bahwa orang tuanya telah menua. Untuk kasusku, setiap aku pulang ke rumah Ibuku, setiap beberapa bulan, aku akan menemukan spot baru dimana ibuku mulai menua di sana sini. Awalnya menemukan uban, beberapa bulan kemudian menemukan separuh rambutnya telah memutih dan menipis. Awalnya menemukan bintik hitam di kulit tangannya, dan beberapa kemudian kulitnya sudah begitu mengkerut dan tipis. Bahkan di saat beliau tertawa yang bisa kulihat adalah sudut kerut di ujung mata dan mulutnya.
My stupid dan silly mind selalu percaya bahwa My mother always young forever karena Ibuku selalu melakukan apapun dengan kekuatannya sendiri. My super multi talented mother bisa mencuci, menyetlika, memasak, sekaligus menjahit, memotong rambut, menggambar, bermain tenis, bahkan beliau adalah satu-satunya 'dokter' yang selalu kupercaya setiap aku merasakan sakit apapun. Ibuku adalah generasi dimana dia akhrinya bisa menyatakan kemandiriannya akan bantuan dari Asisten Rumah tangga.
May I called her as the most beautiful human in the world? karena apa yang ia lakukan, berikan dan minta melebihi apa yang bisa didefinisikan oleh kata hebat. Say it, setiap pagi dia akan bangun mandi, sholat shubuh, melakukan jogging singkat ke pasar, belanja, pulang dan kemudian memasak sarapan sampai anak-anaknya terbangun. Selama itu dia akan menyiapkan seragam anaknya, kemudian memberangkatkan mereka.
Di saat anak-anaknya berada di sekolah, dia akan mulai menyetel musik dan memasak untuk makan siang, sambil mulai memasukkan cucian ke mesin cuci. Setelah keduanya selesai dia akan mulai menyetlika, dan jika masih ada waktu beliau akan menjahitkan baju untuk barbie anaknya sambil menunggu buah hatinya pulang. Setelah anak-anaknya pulang, ia akan memberi makan mereka, mencuci piringnya kemudian menyuruh anak-anaknya mengerjakan PR atau tidur siang. Dia akan melanjutkan membersihkan rumah karena ketika anaknya datang, sama dengan debu dan kotoran masuk rumah. Dia akan terus mengurus ini itu sampai anaknya terbangun, mandi, dan menemukan keajaiban makan malam yang sudah tersedia di meja. Selama itu, Ia juga mandi, mengganti baju dan bersiap diri untuk menemani anaknya belajar hingga larut malam sementara dia masih memiliki tugas-tugas lain seperti kembali mencuci piring dan melayani suaminya yang baru tiba dari kerjanya yang super melelahkan.
Di saat seperti itu, seorang Ibu tidak punya cukup banyak waktu untuk belajar kembali atau membaca tumpukan buku favoritnya. Keluarga adalah kehidupannya, kepentingan keluarganya adalah mandat yang harus ia lakukan setelah menyandang kata Ibu. Ibu tidak memilihnya, namun naluri yang mendorongnya.
Ibuku adalah salah satu ibu rumah tangga yang seperti itu. Aku dulu tidak pernah mengerti mengapa dia sangat bersemangat saat weekend datang dan mengajak kami semua keluar rumah untuk makan di luar. Karena dia tidak pernah punya cukup waktu untuk keluar dari rumah untuk menikmati makanan orang lain. Karena sesekali dia ingin tidak mencuci piring, namun orang lain yang melakukannya untuknya. Hal itu adalah reward kecil untuk dirinya atas seminggu penuh bergelut dengan cucian dan kotoran.
Hebatnya (or you can put on something else), Ibuku sangat jarang menyuruh anak-anaknya untuk melakukan household matters. Setiap kami pulang dari sekolah, rumah akan secara magic bersih dan rapi. Seakan Ibuku adalah peri yang memiliki tongkat untuk merapikan semua hal yang remeh.
Aku tidak pernah menghargai itu sampai pada akhirnya aku harus melakukannya dengan tanganku sendiri. Mencuci piring, dan baju serta setlika. Saat itu aku tertawa dan pada akhirnya hanya menambahkan rasa cintaku pada ibuku yang tidak akan pernah sebesar cintanya padaku.
Aku tahu, semua Ibu berbeda dengan segala sifat dan kebiasaannya. Semua memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun seorang anak tidak akan mampu melihat kekurangan Ibunya, seorang anak yang mencintai ibunya akan buta terhadap kekurangannya karena semua kelebihan Ibunya menutupi kekurangan yang tidak seberapa itu.
Ibuku mungkin tidak memegang gelar S-2 atau bisa berbicara dalam bahasa inggris yang sophisticated. Bahkan kadang aku harus mempelajari keahlian khusus untuk membaca text message darinya yang selalu di singkat-singkat dengan aneh. Ibuku adalah Ibu sederhana yang tidak pernah mengetahui bahwa tas mahal di mangga dua ada lagi yang jauh lebih mahal harganya (yang asli tentunya). Ibuku tidak pernah membaca artikel dari internet tentang cara membesarkan anak, atau another life-hacking tips. Ibuku tidak seperti itu. Namun Ibuku hanya mengikuti nalurinya dan kecintaannya untuk mendidik anaknya dan menanamkan moral kepada mereka untuk menjadi ordinary mundane yang dapat berfungsi cukup baik di masyarakat segala lapisan. Aku adalah hasil dari naluri dan cinta Ibuku, and I am not such a big failure.
In my pray, I never asked anything better than my mother had right now. Not even once, I ever regret what my mother done and teaches me. For me, She is the perfection. She is the most Beautiful Human in the World.
Dan bagi laki-laki manapun yang jatuh cinta kepada seorang wanita karena akhlaknya, atau segala kelebihannya, maka cintailah juga Ibunya karena beliau pasti jauh lebih hebat dan mulia dari anak yang ia besarkan. Begitu juga wanita yang mencintai laki-laki yang mampu memperlakukan wanitanya seperti ratu dalam hatinya, maka berterima kasihlah kepada Ibunya yang telah menanamkan padanya cara memperlakukan seorang wanita dengan baik.
Belajar dari kisah temanku. Never ever shame about your parents apalagi di depan orang yang kita cintai. Jika seseorang yang kita cintai tidak melihat orang tua kita sama perfectnya seperti mata kita melihat orang tua kita, maka (s)he is really not worth it to fight for.
dan bagi siapapun yang saat ini berada di dekat orang tuanya. Live your life fully together with them. Their time is running out! Nikmati hari-hari dimana kita tidak pernah menyadari bahwa orang tua kita tidak pernah menua.
Untuk seluruh anak di muka bumi ini percayalah bahwa orang tua kita adalah The Most Beautiful Human In The World. Sooner or later, kita akan segera menyadarinya melalui kejadian-kejadian yang akan mengetuk hati kita. Really wish we won't ever become the joke of "we never know until we lost it"
Love 'em, love the most beautiful human in the world because you only have two in your whole life.
hehehe... krn anak bontot, dulu pas masih usia SD, ibuku pernah bilang, ibu nanti kalau sudah tua kyk tetangga depan (rambutnya putih semua) dan kebetulan orgnya galak sm anak kecil.. Aku nangis ngga terima sambil bilang "aku ngga mau ibu tuaaa!!" what a time.. skrg ibu sudah 65thn.. thanks ya len udah nulis ini.. :-*
ReplyDelete