The Beauty of South Malang
Pantai Goa Cina, Malang, Indonesia |
Sebagai penduduk asli kawasan dataran tinggi, Aku tidak pernah menjadi fans terbesar pantai. Perjalanan ke pantai, sebelum aku bekerja bisa dihitung dengan jari. Pertama tentu ke Bali, the most famous place in Indonesia, kedua Pantai Kenjeran Surabaya (don't laugh! tempat kuliahku deketan sama pantai Kenjeran), ketiga Parang Tritis, Jogjakarta (jujugan wajib pelancong anak-anak usia SD), keempat Pantai Pasir Putih, Situbondo, dan terakhir adalah Pantai Ancol, Jakarta.
Yup, sebaik ingatanku, aku hanya pernah 5x ke pantai sampai aku menginjak dunia kerja. Sebenarnya alasan kenapa aku sangat jarang ke pantai, panjang- but I will not tell in here. Padahal, Malang, tempat aku tumbuh besar adalah kota yang memiliki potensi wisata pantai yang cukup banyak. Ironis, baru di usia 20-th ke atas aku baru mulai 'sowan' ke pantai-pantai di pesisir selatan pulau Jawa tersebut.
Tapi sebelum menceritakan tentang pantai-pantai di Malang, aku membeberkan sejenak kalau semenjak bekerja, terutama sejak menatap sunset di Ancol (ya..ya..ya..judge me), aku mulai menyukai dan memburu keindahan pantai-terutama tentu saja yang masih 'perawan'. Aku tidak lagi hanya memburu sunset dan sunrise, tapi aku mulai menuntut pasir, air, ombak, karang, terumbu, dan biota-biota laut lainnya dari complete package sebuah pantai. Apalagi sejak mengenal suamiku-yang notabenne the hugest fan of beaches, mulailah perjalanan obsesifku untuk memburu keindahan pantai.
Perburuan keindahan pantai di Malang Selatan sebenarnya sudah direncanakan jauh-jauh hari semenjak mengenal sang suami. Mendengar dan membaca sekilas tentang 'keperawanan' pantai-pantai di Malang Selatan intrigued me, dan akhirnya karena timing dan fasilitas yang kebetulah tersedia, kuputuskan pergi ke sana pada pertengahan September.
Di Malang Selatan, cukup banyak nama pantai yang dikenal oleh masyarakat luas seperti bale kambang, ngliyep, sendang biru, bajul mati dan goa cina. Untuk dua nama terakhir,baru naik daun akhir-akhir ini di dunia maya. Karena arahnya yang berbeda, aku memutuskan pergi ke pantai yang lebih jauh_paling ujung dari kabupaten Malang, Goa Cina.
Berangkat pukul 07.30 pagi dari Kepanjen-Malang, aku menempuh jarak sekitar 65 Km ke arah selatan. Awalnya saat berangkat, aku agak skeptis karena mencoba mencari keyword Goa Cina, tidak ditemukan di Waze. I have no clue at all where we should head tapi berbekal bakat terpendam sotoy dicampur dengan instuisi, akhirnya kami mencapai ujung kabupaten Malang tersebut.
Untuk mencapainya, sebenarnya cukup mudah. Dari arah Malang, ikuti petunjuk arah Turen-Dampit, kemudian arah Sendang Biru. Petunjuknya selalu ada tiap beberapa kilometer, dan menurutku tidak ada jalan yang dapat membingungkan. Kalo kata orang, cukup ikuti jalan utama.
Awalnya, jalannya tentu saja lebar, namun setelah melewati perbukitan kapur dan hutan jati, maka jalan akan mulai berliku, curam, terjal dan sempit dengan intensitas kendaraan yang cukup banyak. Pemandangan sepanjang perjalanan, cukup menakjubkan. Kebetulan saat bulan September, hutan Jati yang kulihat terlihat seperti hangus terbakar karena sedang meranggas, namun tidak hanya itu pepohonan besar dan tua siap memayungi sepanjang jalan dan menghijaukan mata-mata yang terlalu lama menatap layar (tv, komputer, hp). Menariknya lagi, jika teliti, di setiap rambu-rambu lalu lintas yang menginformasikan gambar jalan yang berliku-liku, terdapat tulisan-tulisan 'nakal' untuk menamai jalan yang akan kita lewati. Ada jalan bangau, ular, monyet, naga air yang sepertinya diberikan berdasarkan bentuk liku-liku jalannya.
Green Around The Way |
Pantai pertama yang paling dekat adalah Pantai Sendang biru. Dulu, pantai tersebut sangat terkenal karena kebiruan dan kebersihan lautnya. Pantai Sendang biru juga merupakan akses untuk mencapai the famous Sempu Island. Namun sejalan dengan waktu, dengan semakin ramainya kapal para nelayan, wisatawan, dan pasar ikan, pantai Sendang Biru menjadi tipikal pantai-pantai di Indonesia yang tak terlalu terawat (meskipun ada retribusi masuk) karena sampah dan campur tangan manusia.
Pantai Sendang Biru |
Bibir pantainya, tidak terlalu luas dan sepanjang mata tidak kutemukan spot bagus untuk menikmati pantai. Pantainya ramai oleh hiruk pikuk orang yang ingin menyeberang, serta pedagang-pedagang makanan khas Malang, Bakso. Jangan terlalu kecewa jika terlanjur berada di sana, nikmati cilok dan bakso yang dijual sangat murah oleh pedagang-pedagang di sana, karena rasanya aku jamin enak!!!!
Sekitar 15 menit berada di sana, aku meneruskan perjalananku ke Pantai yang sedang naik daun- Goa Cina. Menuju ke sana, membutuhkan effort yang agak banyak karena jalan yang dilalui masih berbatu-batu dan cukup panjang. Sampai sanapun, parkiran mobil telah penuh dan debu membumbung tinggi dipadu dengan matahari di puncak kepala.
Dari jauh, aku bisa mendengar gemuruh ombak menabrak karang. Saat turun dari mobil kemudian menuju ke bibir pantai, menariknya aku tidak mencium aroma laut. Tidak ada aroma 'anyir' yang biasa kita temui di pantai dengan pasar ikan, atau aroma asin dari air laut.
Begitu tiba di bibir pantai, aku menatap pantai dengan pandangan-not bad at all! (awalnya skeptis bakal mengecewakan karena ramainya manusia), instead it is beautiful!!!
Pemandangan Pantai Goa Cina dari bibir pantai |
Air lautnya berwarna biru, dan dekat bibir pantai berwarna turquoise jernih. Dari jauh, terdapat karang-karang besar di tengah laut. Sementara ombaknya, don't say! jika didengar dari suaranya saja sudah bergemuruh, dipastikan ombaknya sangat besar.
Sebelum memasuki area pantai, terdapat himbauan bagi pengunjung untuk tidak berenang di pantai. Well, kalo melihat tingginya ombak, memang bisa dipastikan kalau pantai ini tidak untuk berenang tidak peduli sebening apapun air lautnya.
Pengunjung berlarian saat tiba-tiba ada gelombang tinggi |
Bahkan, saat aku mengambil foto dari pinggir pantai dengan mengambil background laut, di area pasir yang kering, tiba-tiba dalam waktu sekejap air laut membanjiri kakiku dan menarikku jatuh.
Ombak yang tinggi |
Pasti terdapat alasan mengapa dinamakan Pantai Goa Cina. Saat beberapa pengunjung bertanya-tanya mengapa dinamakan Pantai Goa Cina, sayang sekali tidak ada papan informasi ataupun guide di sekitar yang mampu menjelaskan dari mana nama pantai itu berasal. Namun sesuai namanya, di pinggir pantai terdapat goa sempit yang konon sepertinya dijadikan tempat meditasi. Namun sekarang peralihannya sepertinya sudah agak berubah dengan adanya sesajen dan dupa yang ada disana.
Beranjak dari Pantai Goa Cina yang saat itu sangat ramai karena hari minggu, aku keluar dari lokasi wisata dan bergeser sejauh 1 KM dan menemukan Pantai Ungapan. Pantai Ungapan ini terlihat lebih sepi dari Pantai Goa Cina. Sedangkan untuk pemandangannya, pasir pantai agak lebih hitam daripada Pantai Goa China namun ombaknya tidak terlalu besar seperti sebelumnya.
Bibir pantainya sendiri tidak sepanjang Pantai Goa China, dan di sisi kiri terdapat karang besar. Di pantai ini, tidak banyak ditemui pedagang seperti di Pantai Sendang Biru. Beberapa keluarga nampak sedang bersantai di atas tikar di bawah pepohonan. Untuk retribusinya sendiri, harganya hampir sama dengan Pantai Goa Cina sekitar 5000-8000 per kepala.
Pantai Ungapan |
Tidak membutuhkan waktu lama, aku bergeser sekitar 1 km lagi menuju ke Pantai Bajul Mati. Sebelum sampai, aku menemukan jembatan yang cukup cantik di paling ujung kabupaten Malang ini. Sayangnya, jembatan tersebut sudah dinodai dengan tangan-tangan 'kreatif' para supporter bola.
Jembatan Cantik di Ujung Kabupaten Malang |
Pantai Bajul Mati atau dalam bahasa indonesia bisa diterjemahkan: Pantai Buaya Mati, sama terkenalnya dengan Pantai Goa Cina. Namun seperti Pantai Ungapan, Pantai Bajul Mati jauh lebih sepi dibandingkan dengan Pantai Goa Cina. Bibir pantainya sangat luas dan panjang, namun pasirnya tidak seputih yang ada di Pantai Goa Cina. Memandang ke arah lautan, masih terdapat karang-karang besar di tengah lautan dengan gelombang yang cukup besar dengan suara yang bergemuruh.
Bibir Pantai yang sangat luas di Pantai Bajul Mati |
Tidak ada hiburan lain saat berada di pantai ini kecuali benar-benar memandang birunya air laut dan permainan ombak di laut lepas. Tidak ada kursi pantai, sementara duduk di pasir masih terlalu panas karena matahari bersinar terik. Aku tidak berhasil menemukan clue mengapa pantai itu dinamakan Pantai Bajul Mati, masih tidak ada informasi ataupun sarana dan fasilitas umum di layaknya tempat pariwisata. Terdapat beberapa toilet umum yang sepertinya dibangun oleh warga sekitar untuk menambah penghasilan dari retribusi karcis toilet.
Ombak yang masih terlalu besar di Pantai Bajul Mati |
Bergeser kembali, aku pergi sekitar 2 KM lagi ke arah paling ujung menuju Pantai Bengkung. Di sepanjang jalan menuju ke sana masih terdapat beberapa wisata pantai namun dikarenakan masih terlihat dari arah jalan raya, aku putuskan untuk tidak mampir. So far, pemandangannya hampir sama dengan 2 pantai sebelumnya namun jauh lebih sepi.
Pemandangan Pantai di Pinggir Jalan |
Menuju Pantai terakhir menurut papan pengumuman, keadaannya hampir sama dengan Pantai Goa Cina. Lokasinya agak masuk dari jalan raya dengan kondisi jalan yang belum teraspal. Sampai di parkiran, hanya ada 1 mobil di sana dan beberapa motor.
Saat turun dari mobil, aku merasakan hembusan angin dan surprisingly, anginnya dingin!Sepertinya baru pertama kali ini aku merasakan udara yang dingin di pantai di tengah teriknya matahari. Maklum aku tidak pernah pergi ke pantai selatan yang biasanya merupakan dataran tinggi sehingga jauh lebih dingin he..he..he..
Pantai Bengkung tidak memiliki garis pantai yang panjang maupun sangat luas. Bibir pantai cukup luas dengan beberapa pepohonan memayungi. Kondisi pasirnya pun lebih putih dan bersih daripada pantai Goa China. Terdapat beberapa tumbuhan bakau yang tumbuh hijau di pinggir pantai. Meskipun masih tinggi, namun ombak di pantai tersebut agak lebih tenang daripada di pantai Goa Cina.
Berbeda dengan pantai-pantai sebelumnya, aku memutuskan untuk duduk di pinggir pantai sambil menikmati angin yang sepoi-sepoi. Tidak ada penjual disana, dan fasilitas umum. Pantai ini masih pantai perawan yang hanya ada pos kecil menarik retribusi sebagai penanda bahwa pantai itu sudah berada di bawah pengelolaan Perhutani kabupaten Malang.
Beberapa pelajar nampak sedang tidur-tiduran di pantai sambil mendengarkan hymne laut dengan mata setengah tertutup. Air laut yang bening dan hijau sedikit mengingatkanku pada pantai di Maldives meskipun sangat tidak memungkinkan untuk berenang apalagi snorkeling di pantai ini.
watch out the high wave |
Namun so far, dari beberapa pantai yang kukunjungi sebelumnya, Pantai Bengkung paling recommended dari sisi 'kemurnian' pantainya. Sebaiknya jika memang bertujuan untuk chill out di pantai ini, dipersiapkan terlebih dahulu bekal makanan, dan minuman termasuk tikar sebelumnya.
Putihnya pasir di Pulau Bengkung |
Setelah beristirahat selama beberapa menit, aku putuskan untuk kembali ke rumah karena padatnya acara hari itu. Iseng-iseng, aku bertanya pada penjaga setempat apakah masih ada pantai lagi jika kami berjalan terus ke arah barat dan ternyata ada! dan jauh lebih sepi. Namun karena waktu yang terbatas, aku harus beranjak pergi.
Di sepanjang jalan pulang, aku mengamati jalanan yang sudah teraspal rapi dan bersih. Kawasan wisata di Malang selatan jelas merupakan potensi besar bagi pemkab untuk dapat menjual pariwisata Malang. Mungkin jika digarap dengan baik namanya akan lebih dikenal seperti Pantai Pangandaran. Namun kembali lagi kendalanya adalah ombak pantai yang terlalu besar sehingga diperlukan pengawasan yang extra bagi penjaga pantai untuk menghindari korban jiwa.
Penyediaan fasilitas umum yang lebih banyak dan layak merupakan PR utama Pemkab. Tugas Pemkab tidak boleh berhenti hanya sampai menyediakan pos restribusi di depan, dan membiarkan preman-preman yang menariki pengunjung retribusi parkir dengan harga mahal.
Mungkin hal yang paling penting adalah mengenai listrik. Di sepanjang jalan tidak ditemukan penerangan jalan yang bisa dibayangkan jika matahari mulai tenggelam. Jalan berliku, dengan jurang berada di kiri dan kanan tanpa penerangan jalan sama sekali, hampir bisa dipastikan lokasi yang cocok untuk syuting film Jelangkung yang ketiga, atau final destination.
Well, so far it is worth 2.5 hours of journey to get there. Sayangnya aku tidak bisa menginformasikan ada tidaknya angkutan umum yang bisa membawa ke sana. Better, rent a car atau mencarter mobil jika mau berjelajah ke pantai-pantai 'perawan' tersebut. Pantainya indah, dan cukup sepi, sepanjang perjalanan juga penuh dengan pemandangan indah warna hijau. Karena pantai perawan, don't expect too much terhadap fasilitas umum atau resort-resort indah di pinggir pantai. May be it will be there, but take a quite long time.
That's all my journey!
Coba donk ke Pulau Sempu. Bagus tuh ;)
ReplyDelete