Bangkok and its Truly Beauty
Bang Pa In -Royal Palace di Ayutthaya |
Jadi saat akhirnya kantor menugaskanku untuk pergi ke Bangkok selama beberapa hari, dengan perasaan biasa saja ( which is strange, i always excited visiting new town) akhirnya aku pergi ke Bangkok di akhir November yang lalu.
Berangkat dari Jakarta sekitar pukul setengah 10 pagi, aku mendarat di Bandara Svarnabhumi- salah satu Bandara terbaru di Kota Bangkok sekitar jam setengah 1 siang (tidak ada perbedaan waktu antara Jakarta-dan Bangkok). Bandara Suvarnabhumi typically sama dengan bandara-bandara minimalis yang dibangun setelah tahun 2000-an. Bandaranya modern-bersih dan salah satu yang mengikuti silent-airport.
Saat keluar dari pesawat dan memasuki terminal bandara, aku langsung disambut kerumuman orang berduyung-duyung menuju ke imigrasi. Persis seperti bandara HKIA, antrian turis yang memasuki bangkok menyemut dan mengantri di loket imigrasi. Beberapa petugas stand-by dan mengarahkan pengunjung agar antrian tidak terlalu panjang. Mengamati sekitar sejenak, mayoritas turis di sekitarku adalah orang korea yang dari atributnya-terlihat seperti vacation-purpose. Setelah menyelesaikan seluruh urusan dan akan meninggalkan bandara, aku menyempatkan membeli perdana kartu DTAC (sekitar 399 THB ) untuk keperluan data dan exist :D
Bangkok in a glance |
Kota Bangkok, just as expected tidak terlalu jauh berbeda dengan kota Jakarta. Lalu lintasnya stuck (karena terlalu banyak mobil dan lampu merah) ditambah dengan suhu udara yang setelah aku cek di ponsel- feels like 40 derajat celcius. Dari Bandara menuju ke pusat kota, aku menggunakan MRT yang langsung terhubung dengan basement bandara. Perjalanan menuju ke pusat kota membutuhkan waktu sekitar 40 menit kemudian terhubung dengan BTS (Bangkok Train System) yaitu kereta monorail yang menghubungkan tiap stasiun di lokasi-lokasi strategis kota Bangkok.
Kebetulan hotel tempat aku tinggal berada di pinggir the famous- Chao Praya. Jadi dari stasiun BTS Saphan Taksin, aku harus melanjutkan menggunakan shuttle boat yang disediakan free oleh pihak hotel.
Chao Praya- sesungguhnya tidak berbeda dengan sungai-sungai besar di kota negara berkembang. Airnya keruh berwarna kecoklatan, dengan beberapa sampah organik (daun-batang) mengambang di tengah-tengah sungai. Baunya-juga khas bau sungai yang anyir. Di sepanjang sungai, pemandangannya juga tidak jauh berbeda dengan pemandangan rumah kumuh dan kotor. Beberapa Pier (semacam stasiun untuk boat) dimiliki oleh jaringan hotel internasional yang terbangun di sepanjang sungai.
Chao Praya at the Noon |
Sungainya yang lebar dan bergelombang membuat kapal-kapal yang melewati Chao Praya berukuran besar-besar. Beberapa kapal pesiar mewah nampak berseliweran, dan setiap beberapa menit kapal tongkang akan lewat untuk mencari ikan.
Kata orang sekitar, Chao Praya merupakan salah satu sarana transportasi utama di Bangkok untuk menghindari kemacetan di jalan raya selain BTS.
Saat akhirnya malam tiba, aku mengikuti program yang disediakan oleh kantorku yaitu dinner on cruise di sepanjang Chao Praya. Saat itulah aku baru menyadari keindahan yang ditawarkan salah satu tempat wisata wajib di Bangkok tersebut.
Di atas cruise yang mewah, aku mengamati lampu warna-warni yang dipancarkan oleh bangunan-bangunan mewah hotel di sepanjang sungai. Agak menjauh, bahkan aku bisa melihat icon paling terkenal dari kota Bangkok yaitu Wat Arun (the Temple of Dawn ) yang bersinar terang di kegelapan malam. Beberapa kuil juga terlihat bersinar dan menawarkan kecantikannya. Semua yang terlihat kumuh dan kotor di siang hari terlihat lebur dalam gelapnya malam, dan hanya memamerkan deretan sinar cemerlang dari landmark-landmark kota Bangkok.
Mungkin itu juga alasan mengapa banyak film mengambil adegan di sepanjang Chao Praya- terutama untuk dinner romantis bersama pasangan :D
(dari atas kiri-clockwise) : 1. Wat Arun, 2. Dinner at Boat, 3. City view dari Chao Praya, 4. Asiatique |
Setelah 3 hari 4 malam bergulat dengan pekerjaan, akhirnya aku bisa mulai menikmati tamasya di Kota Bangkok. Pertama kali yang kulakukan adalah mencari kuliner asli Bangkok- yang tentunya the famous tom yum dan mango sticky rice. Tom yum di Thailand sendiri terdiri dari 2 tipe yaitu yang berkuah bening dan yang berkuah kuning. I chose the yellow-orange one dan tomyum terbaik yang pernah aku rasakan ada di food court Central Childlom.
One big fact yang aku take note saat di Bangkok adalah rata-rata harga makanan yang lebih murah daripada di Jakarta. Bahkan one big bowl of tom yum di fancy restaurant-penuh dengan seafood seharga sekitar 60ribu rupiah. Untuk harga BTS rata-rata sekitar 20-45 baht yaitu 7000 sampai 13000 rupiah. Bahkan saat mengendarai taxi dari downtown ke Bandara menghabiskan sekitar 400 baht plus tol atau sekitar 150rb rupiah dengan jarak tempuh sekitar 30 km atau 45 menit dengan traffic.
Even barang-barang fashion dan elektronik. Mungkin dikarenakan Thailand mengenai PPN hanya sekitar 7% yang mana lebih kecil daripada di Indonesia (10%).
Meskipun macet dan terkadang stuck, di area infrastruktur Bangkok jauh lebih melesat maju daripada Jakarta. Monorail ada hampir meng-cover seluruh wilayah Bangkok dengan tarif yang affordable (Menurut survey, transportasi paling murah di dunia adalah di Bangkok). Bahkan headway antar kereta tidak lebih dari 5 menit dan saat peak, monorail dipenuhi manusia- tapi tidak ada adegan rebutan kursi atau injak-injakan.
Saat malam turun dari stasiun, aku juga melihat ada tukang ojek- fenomena negara berkembang lainnya. Agak menjauh dari halte, aku menemukan antrian panjang orang yang menunggu datangnya minibus yang akan mengangkut mereka ke area-area tertentu. Satu hal yang membuatku amazed adalah cara mereka berantri yang tertib tanpa perlu diatur.
Kemudian salah satu faktor yang membuat transportasi di Bangkok affordable adalah penggunaan bahan bakar gas untuk public transportation, termasuk taxi. Mungkin juga, hal ini merupakan salah satu faktor yang membuat harga-harga konsumsi di Thailand relatif lebih rendah daripada di Indonesia karena biaya transportasi yang bisa ditekan.
Keesokan paginya, aku sengaja mengikuti tour ke Ayutthaya yang kubeli di internet sekitar 450 ribu rupiah. Sekitar jam 6, aku dijemput di hotel kemudian pergi keluar kota Bangkok dengan jarak sekitar 1 jam perjalanan menuju ke kota tua, Ayutthaya. Ayutthaya merupakan salah satu kota suci di Thailand dimana kuil-kuil tua pertama kali dibangun di Bangkok.
Ayutthaya yang merupakan salah satu destinasi wisata wajib di Thailand, merupakan ibukota provinsi Ayuttahaya yang terletak di lembah sungai Mekong (Mekong-sebutan untuk di Vietnam-chao praya untuk di Bangkok). Karena terkepung oleh 3 aliran besar sungai Mekong, hampir setiap musim hujan, Ayutthaya terkena banjir. Banjir terdahsyat terjadi di tahun 2011 dan berdampak pada rusaknya artefak-artefak dan monumen historis yang terletak di sana.
Sebagai kerajaan tertua, Ayutthaya pertama kali dibangun di tahun 1350 oleh King U thong saat ia melarikan diri dari wabah cacar dan mendeklarasikan pusat pemerintahan di sana. Ayutthaya dinamai berdasarkan kota Ayodhya di India, tempat lahir Rama dalam sejarah Ramayana. Sebagian besar arsitektur kota Ayutthaya juga dipengaruhi oleh bangunan kuil di India dan Burma.
Pada tahun 1767, Ayutthaya dihancurkan dan dibakar oleh tentara Burma dan menimbulkan kerusakan hebat pada bangunan-bangunan yang ada di sana. Terbakar dan selalu terkena banjir membuat bangunan-bangunan bersejarah disana agak sulit untuk direhabilitasi kembali. Oleh karena itu, Rama IX (raja Thailand saat ini) memutuskan untuk membuat replika dari kuil-kuil yang ada di Ayutthaya utuk dibawa ke Bangkok yaitu berupa Wat Arun dan Wat Pho.
Kunjungan pertamaku di Ayutthaya adalah Wat Phu Khao Tong. Sebuah White Temple
Wat Phu Khao Tong |
Ujung stupa Wat Phu Khao Tong memang terlihat miring, exactly seperti di foto bukan karena fotonya miring :D Mungkin suatu saat, kuil ini bisa setenar Menara Pisa yang miring. Mengamati di daerah sekitar kuil, aku masih bisa melihat sisa-sisa genangan air-dan rumah-rumah yang berbentuk panggung -yang berarti di siang hari terik-pun daerah kuil ini masih terbenam air karena letaknya cenderung lebih rendah daripada aliran sungai Mekong.
Bergeser ke kuil selanjutnya adalah patung budha tidur tertua di Bangkok atau yang biasa disebut Wat Lokayasutharam. Sama nasibnya dengan kuil sebelumnya, patung budha tidur ini juga terkena bencana banjir sehingga menunjukkan kerusakan disana-sini, terutama di bagian stupa-stupanya.
Kuil ini juga yang menginspirasi dibuatnya Wat Pho- salah satu kuil terkenal di pusat kota Bangkok.
Wat Lokayasutharam merupakan salah satu patung budha tidur terpanjang di Thailand. Meskipun terkesan seperti telah ditinggalkan, namun makin memancarkan kesan bersejarah dan orisinalitasnya- atau boleh dibilang spiritualnya lebih terasa.
Wat Lokayasutharam |
Tujuan ketiga-ku adalah Wat chaiwattanaram yang merupakan salah satu warisan budaya peninggalan kerajaan Siam yang luar biasa indah. Kuil-kuil yang berada di sana, hampir seperti potret sebuah peninggalan istana yang sangat luas dan cantik. Sama seperti tempat bersejarah lainnya di Ayutthaya, Bangunan-bangunan kuil terlihat 'seperti rusak' akibat banjir dan terbakar membuat bangunan tersebut terlihat mistis, dan indah dengan sendirinya.
Di dalam reruntuhan Wat Chaiwattanaram ini juga terdapat patung wajah budha yang tertempel di pohon, hampir sama seperti Wat Angkor yang ada di Kamboja. Kuil ini dibangun pada tahun 1630-pada masa kejayaan raja Prasat Thong dan merupakan kuil pertamanya, untuk mengenang kediaman Ibu Raja di lokasi tersebut. Design dari kuil mengikuti Khmer-style atau mirip dengan kuil-kuil yang ada di Kamboja, dan hampir sebagian besar kuil di sini mengikuti Khmer-style dengan pusat kuil berupa Prang yang tinggi dan dikelilingi oleh beberapa Prang dengan ukuran lebih kecil.
Jika diperhatikan dengan seksama, Kuil-kuil yang berada di Ayutthaya memiliki arsitektur yang berbeda dengan kuil yang ada di Borobudur-karena terinspirasi oleh pusat budaya yang berbeda. Borobudur lebih cenderung ke kebudayaan India, sedangkan Ayutthaya ke kebudayaan Kamboja-Burma (Khmer).
Sayangnya, saat saya kesini suhu udara sedang 40 derajat celcius sehingga terlalu lelah bagi saya untuk berjalan kesana kesini. Padahal kota Ayutthaya sangat indah, dan masih banyak kuil-kuil lain yang bisa ditelusuri sambil mengenang kembali sejarah dan kebudayaan umat budha.
Sekeliling Wat Chaiwattanaram |
Setelah hampir seharian berkeliling di kota tua Ayutthaya, aku kembali ke Bangkok -dried and exhausted. Aku sangat menyarankan untuk membawa sun-block, topi dan banyak air putih jika ingin ke Ayutthaya pada musim kemarau untuk menghindari dehidrasi.
Keesokan harinya, aku melanjutkan untuk mengunjungi kuil-kuil terkenal yang ada di Bangkok, yaitu Wat Arun dan Wat Pho. Wat Arun terkenal karena warnanya yang emas dan berada di pinggiran sungai yang membuatnya glowing saat matahari mulai terbenam. Hal itulah yang membuat Wat Arun juga disebut sebagai temple of dawn. Wat Arun juga sempat muncul dalam film The Lady, biografi dari wanita kuat dari Myanmar, Aung San Suu Kyi. Ya meskipun setting nya seharusnya di Myanmar, namun kecantikan Wat Arun dipilih untuk mewakili keindahan kuil budha dengan Khmer -style.
Sedangkan untuk Wat Pho adalah Patung Budha tidur terpanjang di Bangkok (46 meter) yang berlapiskan emas.Wat Pho merupakan komplek kuil tertua di Bangkok dengan sekitar 1000 images Budha tersimpan di sana. Sebagian besar images patung budha dibawa dari ayutthaya dan Sukhothai atas perintah King Rama I. Selanjutnya pada masa King Rama III, kompleks kuil Wat Pho diperluas dan dipercantik hingga saat ini menjadi salah satu destinasi wisata wajib di Bangkok.
Selama 5 hari di Bangkok dan Ayutthaya, menghiraukan dehidrasi dan panas yang kurasakan, aku seperti kembali diseret ke kemegahan bangsa Siam masa lampau yang diabadikan dalam bentuk kuil-kuil. Sebagian besar kuil dibangun untuk mengenang raja atau keluarga raja dan dinamai atas nama mereka.
Wisata di Bangkok tentu saja tidak hanya kuil dan sejarah. Wisata belanja sangat maju pesat dan menarik untuk mengundang wisman ke negeri gajah putih ini. Jangan mengira Thailand adalah negeri tertinggal atau Bangkok lebih tertinggal dari Jakarta karena traffic jam di sana. Bangkok jelas lebih mapan dalam hal infrastruktur dan bagaimana mereka mengelola pariwisatanya.
Fact is, pariwisara menyumbang sekitar 6% perekonomian Thailand, belum lagi diperhitungkan efek yang ikut bergerak dengan adanya sektor pariwisata. Menariknya lagi, prostitusi juga salah satu faktor yang menyumbang GDP dari Thailand. Berdasarkan riset yang diadakan oleh Chulalongkorn University, Prostitusi telah menyumbang sekitar 2.7% GDP pada periode waktu 1993-1995 saat kemiskinan di negeri ini menjamur. Diperkirakan sekitar 10% uang yang dikeluarkan oleh Wisatawan dihabiskan untuk transaksi seks.
Di samping itu semua, perkotaan Bangkok meskipun-macet, namun dengan transportasi dan kebijakan transportasi yang mapan membuat Bangkok menjadi kota yang layak huni beberapa tahun ke depan.
Well, sedikit banyak itulah impresi yang saya dapat setelah 5 hari tinggal di Bangkok dan mengamati bagaimana urat nadi kota ini terus berdenyut dengan jutaan penduduk yang membanjiri.
Apakah aku akan kembali ke Bangkok? YES! Mungkin karena alasan barang-barangnya yang murah dan tentu karena kecintaanku untuk menapak kembali jejak-jejak sejarah manusia di masa lampau.
Bangkok is one of Asian truly Beauty! I admit it!
Comments
Post a Comment