My Year In Korea
Jalanan di Seoul |
Whoa!
Tidak terasa, sudah tiga kali musim dingin saya lalui di pusat peradaban K-pop, kota Seoul. Melihat ke belakang, ada begitu banyak hal sudah terjadi yang membuat saya merasakan ambivelansi terhadap kota ini.
Terkadang saya sangat menyukai tinggal di Seoul karena berbagai alasan sederhana, namun terkadang juga saya merasa culture clash yang membuat saya rindu Indonesia.
Beberapa waktu yang lalu, setelah dihajar macet berkali-kali di Jakarta, membuat saya melankolis dan memikirkan hari-hari berada di Seoul. Bukan berarti di Seoul tidak ada kemacetan, ada tapi jarang. Alas, momen-moment tersebut menerbangkan pikiran saya ke hidup selama di Korea. Ada beberapa hal yang saya rindukan dari Korea, dan mungkin akan terus saya rindukan dalam waktu yang lama. Sesuatu yang mungkin, I took it for granted selama tinggal di sana dan kesini-sini, ternyata ini yang paling dikangenin dari Korea!
1. Ruang Terbuka Hijau
Hal yang paling mencolok kehidupan di Seoul dibanding kota-kota lain di dunia, apalagi di Indonesia, adalah banyaknya Ruang Terbuka Hijau di setiap blok pemukiman. Pemerintahan Korea Selatan, terutama Seoul memiliki regulasi zonasi dimana salah satunya mewajibkan terdapat area terbuka hijau untuk menjaga ekosistem, estetika kota dan tempat bersosialisasi warganya. Kebijakan zonasi yang rigid ini berlaku untuk seluruh penggunaan lahan, dari pemukiman mahal, perkampungan murah, pusat komersial maupun CBD.
Di pemukiman tempat saya tinggal saja, tepatnya di halaman bawah apartemen, terdapat taman luas dilengkapi dengan playground. Jarak beberapa tower, terdapat mini forest dan playground lagi.
Kehidupan di taman itu paling indah saat musim semi. Di taman dekat apartemen, pohon sakura berbunga dan membentuk kanopi yang persis seperti potongan adegan dalam film anime pada saat musim semi! Di pertengahan april, bunga yang sama berguguran di sepanjang jalan membentuk karpet warna pink- putih yang membuat magical session saat angin meniupnya.
Bunga Sakura mulai muncul di apartemen |
Kemudian, tidak jauh dari apartemen, menyeberang blok apartemen, ada taman yang berubah menjadi Eden saat summer. Dipenuhi tanaman lily yang berbunga serentak dan menciptakan aroma parfum Dior gratis sampai dengan jarak 200 meter.
Tak jauh dari taman, terdapat pusat kebugaran yang sering digunakan oleh penduduk usia lanjut untuk berolahraga. Sekitar 25 meter dari situ, mendaki sedikit ke arah perkampungan terdapat lapangan bulu tangkis, taman, paviliun dan pusat kebugaran yang berubah menjadi estranged forest saat musim dingin.
The Estranged Forest di tengah padatnya pemukiman |
Tidak terbatas pada pemukiman modern seperti apartemen, namun di areal pemukiman lamapun, terdapat banyak taman bermain. Jika kamu notice di Drama Korea, seringkali setelah terjadi pertengkaran, sang pasangan akan bertemu di taman bermain dan mencoba berdamai. Ya, karena sedekat itu jalan kaki ke taman bermain!
Saya merasa, area terbuka hijau di Seoul bisa diakses oleh siapapun, dan yang paling penting kapanpun. Di malam saat musim dingin, ketika semua orang memilih berada di dalam rumah, kita bisa tetap pergi ke taman, duduk di shelter dan mungkin butuh untuk melepaskan kepenatan sejenak. Lampu di dalam taman pun juga terang sehingga terasa aman. Terkadang ada Wi-Fi public atau sarana olahraga. Hal ini agak berbeda dengan kesan taman di Indonesia, kalau tidak dipagar rapat, kadang sangat gelap sehingga kita tidak merasa aman jalan-jalan di sana.
Sehingga taman, adalah salah satu tempat favorit saya di Kota Seoul.
2. They love Books, Books, and Books
Perpustakaan di Daerah Jamsil |
Salah satu hobi saya saat berada di Seoul adalah menjelajahi toko buku dan perpustakaan! Saat hari libur, toko buku akan sangat ramai seperti mall, banyak orang duduk di tangga-tangga untuk menghabiskan waktu sambil membaca buku. Tempat duduk di dalam toko buku pun mayoritas penuh saat weekend.
Favorit saya adalah mengunjungi section buku new release karena cover buku-buku di sini cakep banget!! Meskipun sedihnya saya tidak bisa beli karena tidak mengerti buku berbahasa Korea.
Nah untuk perpustakaan, ketika saya bertanya ke orang local apakah ada yang menjadi member perpustakaan atau tidak? Sebagian besar orang menjawab iya! Sejujurnya, saya sendiri tidak menjadi member perpustakaan manapun saat ini, tapi dulu pernah banyak menjadi member perpustakaan saat kecil.
Perpustakaan publik di sana pun hampir hadir di setiap kecamatan dan beberapa, memiliki koleksi bahasa Inggris. What a gem!
Plus, perpustakaan dan toko buku di sini didandanin habis-habisan untuk menjadi tempat nongkrong yang cozy. Tapi nongkrong sambil baca buku!
Walaupun jika dilihat di subway atau bus sudah jarang orang membawa buku, namun ramainya toko buku saat weekend adalah salah satu tanda bahwa animo masyarakat memiliki minat baca yang tinggi.
Berdasarkan Statista, rata-rata buku yang dibaca oleh anak muda di Korea di tahun 2019 adalah sebanyak 14.4 buku per tahun, sementara di Indonesia sekitar 5-9 Buku per tahun (tahun 2017).
Walaupun tidak banyak toko yang menjual buku-buku bahasa inggris, namun tidak perlu khawatir kita bisa join di grup jual-beli orang asing di Korea dan bisa mendapat buku bekas yang extra murah.
3. They are fast like a lightning
Semua orang tahu kalau Korea adalah negeri Pali-pali atau dengan kata lain, cepet-cepet! Konon katanya, revolusi ekonomi dari negara sangat miskin menjadi negara makmur telah mendorong manusianya untuk bergerak lebih cepat, baik dalam antisipasi maupun reaksi. Time is money!
Apalagi saat pandemi Corona, sebutan "Pali-pali" menjadi semakin menunjukkan good crisis management karena saking terbiasanya mereka untuk bertindak cepat. Dari massive test, memangkas birokrasi menjadi 1 pintu sampai cepatnya tracing route pasien melalui transaksi kartu, cctv dan pengakuan pasien.
Bagi saya yang orangnya memang suka yang serba cepat, saya merasa sangat puas dari pelayanan restoran, public service bahkan jika ada komunikasi dengan partner bisnis yang orang Korea. Karena semua hal serba cepat jadi banyak hal disesuaikan dari kepraktisannya. Seperti pembayaran melalui kartu hampir diterima di seluruh toko kecil tanpa minimum pembayaran, penggunaan vending machine untuk memesan makanan di restoran bahkan dari pelayanan publik dimana biasanya memakan waktu maksimal 'hanya' 1 jam untuk antrian yang super panjang. Jadi, sangat jarang pemandangan, kita datang ke kantor kelurahan dan menemukan pegawai yang malas-malasan sambil maen game ketika sedang melayani kita.
Tradisi cepet-cepet pun juga diimplementasikan pada cara orang-orang menyetir di jalanan. Mereka suka ngebut! Dari Bus, taxi hingga kendaraan pribadi di jalanan. Semakin ke arah pesisir, pengemudi semakin memacu mobilnya di jalanan. Karena alasan ini, saya suka menghindari naik taxi kecuali terpaksa. Karena saat mereka ngebut, perut saya dikocok-kocok sampai mual.
Pernah saya cerita ke temen-temen orang Seoul tentang betapa ngebutnya pengemudi bus atau taxi, jawaban mereka adalah : wah, kalo mereka lambat, aku malah lebih pusing. HAHAHAHA. Ini adalah salah satu culture clash yang saya sukai dari Korea.
4. Transportasi publik yang murah dan terintegrasi
Bus di Seoul |
Yes, it is arguably cheap! Tapi menurut saya, untuk transportasi yang sangat terintegrasi di kota maju, Seoul menawarkan transportation fare yang cukup murah.
Ongkos subway adalah sebesar KRW 1,250 atau sekitar IDR 15,000 sementara bus sebesar KRW 1,200-flat di Seoul metropolitan area. Jika misalnya saya naik bus Nomor 1234 dari apartemen ke area Gangnam, kemudian saya turun untuk membeli es krim selama kurang dari 1/2 jam di area gangnam, kemudian saya pulang naik subway line 6 ke apartemen saya, maka saya tidak perlu membayar ongkos pulang selama saya memakai karut transportasi yang sama.
Jadi meskipun kita berpindah moda atau transfer di halte / bus, ongkos transport akan flat di KRW 1,200 atau KRW 1,250 kecuali kita mengendarai public transport lebih dari sekian kilometer (sepertinya 20km) maka terdapat additional fare yang biasanya tidak banyak.
Rendahnya ongkos transport berlaku juga untuk taxi atau bus antar kota. Taxi dari bandara ke downtown Seoul bisa sebesar KRW 45,000 atau sekitar IDR 550,000.- (jarak 60km). Yes, it is arguably cheap jika dibandingkan saya naik taxi dari bandara Narita ke Shinjuku yang menghabiskan hampir IDR 3 juta untuk jarak 77 KM!
Untuk bus antar kota, rata- rata harganya sekitar 100 ribu sampai 400 ribu tergantung jarak dan kelas. Karena transportasinya yang cukup murah, menjelajahi semenanjung Korea dengan menggunakan public transport sangat mudah dan terjangkau jika kita mengeliminasi languange barrier!
Lebih-lebih, integrasi transportasi tidak hanya pada ongkos, halte bahkan sampai dengan waktu. Biasanya jadwal antara bus, dan kereta cukup sync. Dan lagi, halte bus di Seoul biasanya dilengkapi penanda yang menghitung mundur waktu kedatangan bus berikutnya, yang juga hampir selalu tepat!
5. They created goods considering the practicality.
Saat dine-in di sebuah restoran, terutama small business di Korea, di awal-awal saya agak bingung ketika makanan disajikan. Karena mereka menyajikan berbagai piring side dish, kemudian main menu dan gelas kosong untuk minum. Tidak ada sendok atau garpu, apalagi sumpit.
Ternyata, biasanya di meja makan tersebut, terdapat laci tempat menyimpan utensils dan tissue. Dikarenakan ruangannya sempit, jadi laci tersebut seperti kantong doraemon untuk menghemat space.
Selain laci di meja makan, banyak hal praktis yang saya temui di Korea, terutama jika mengunjungi Daiso. I know, mungkin beberapa benda sudah diexport ke Indonesia dan kita bisa menemukannya jika rajin banget stalking belanjaan di Shopee.
Tapi di sana, Daiso is the mecca of things-that-we-don't-know-it's-important-until-we-found-it. Dari tas tempat untuk memisahkan sampah, kaleng untuk sampah basah, penahan pintu, gantungan tanpa paku, lampu yang mendeteksi dari gerakan, handle pintu dengan kode dan masih banyak lagi.
Tidak hanya itu, fungsi-fungsi di dalam bangunan juga diperhatikan dengan baik agar ramah untuk digunakan, terutama di high-rise building. Di jalanan pun, ada penanda lampu merah dan hijau di aspal tempat zebra cross yang digunakan untuk memandu orang yang sibuk memegang hp sambil menyeberang. Atau payung besar yang dibuka tiap summer di titik-titik zebra cross, agar penyebrang bisa berteduh sebentar sambil menunggu lampu hijau.
Kenyamanan seperti ini, kadang mungkin terasa sepele bagi mereka yang bisa menikmatinya tiap hari.
6. They love branded items
Saya termasuk orang yang tidak peduli dengan brand sampai saya tiba di Korea. Hampir semua orang muda yang saya temui lebih menyukai barang-barang branded (atau mungkin tuntutan peers). Mungkin sama seperti di Indonesia, sebutan mbak-mbak SCBD yang lagi hits, di sana terdapat beberapa golongan status sosial seseorang dinilai dari branded items.
Saya lupa sebutan exactnya apa tapi kira-kira begini:
- Golongan pertama adalah mereka yang masih menggunakan barang designer amerika seperti coach, Michael Kors, Tory Burch dan Marni (Marni dari Italy).
- Golongan kedua adalah merk-merk yang saat ini sedang naik daun terutama di anak-anak muda seperti Thom Browne, Maison Margiela, Balenciaga, Miu-Miu. Biasanya, orang tua tidak terlalu aware dengan merk-merk ini
- Golongan Ketiga adalah merk-merk yang lebih disukai orang dewasa-atau ngetrend 1 dekade yang lalu seperti Valentino, Salvatore Ferragamo, Chloe, Mulberry. Design mereka pun lebih mapan mengikuti penggemarnya
- Golongan Keempat adalah brand premium. Orang tua sudah dari dulu memakainya dan bisa diturunkan ke anak-anaknya. Lagipula anak muda bangga menggunakannya seperti Prada, Gucci, Burberry, YSL, Loewe
- Golongan Kelima adalah brand yang prestise seperi Dior, Fendi, Bottega, Celine. Brand-yang mahal banget mungkin ga akan kebeli dengan gaji UMR Korea.
- Golongan keenam adalah memang brand orang kaya seperti Chanel, Louis Vuitton dan Goyard
- Golongan ketujuh adalah the mecca of the brand, yang para gaji UMR hanya bisa bertanya-tanya mengapa itu mahal banget, yaitu Hermes.
Jadi, saya tidak tahu apakah itu adalah kebutuhan tersier atau primer bagi mereka. Namun, jika saya lihat selama ini, itu seperti kebutuhan primer. Membeli barang branded bukan lagi sebuah kemewahan, namun hal yang wajar.
Mungkin bagi kita, orang Indonesia, itu tuntutan hidup tidak masuk akal karena kita membandingkan dengan gaji yang terkredit tiap bulan ke rekening rupiah kita. Tapi bagi mereka, itu adalah barang-barang yang bisa mereka beli. Jadi wajar sekali saat di sana, saya naik bus dan melihat orang memakai Chanel. 98% saya yakin itu barang authentic, karena di sana siapapun, kaya atau miskin, naik public transport, kecuali para anggota keluarga chaebol yang mampu menyewa sopir pribadi.
Barang branded mungkin tidak terlalu mahal bagi mereka. Atau, jika ingin membeli barang branded dengan harga murah, bisa berbelanja di pasar loak barang branded atau toko-toko seperti pawnshop yang banyak tersebar di area Myeongdong, Gangnam dan Jong-no.
7. A super duper fast internet
Salah satu hal paling favorit tinggal di Korea adalah jaringan internet tanpa gangguan 24 jam x 3.5 tahun (minus 2 hari) dengan kecepatan ultra fast.
Lagipula, hampir dimanapun selalu ada Wifi gratis baik yang disediakan pemerintah maupun local business, dengan kecepatan lumayan oke.
Salah satu joke yang sering saya lontarkan pada suami adalah ketika tiba-tiba ponsel saya tersambung Wi-fi public dan saya mengomel "duh pantes lelet, ternyata nyambung wifi," karena kecepatan internet 5G, bahkan tidak akan menyisakan jeda warna abu-abu ketika scroll down instagram.
Tapi memang ada barang, ada harga. Dengan kecepatan internet seperti kilat, pengguna harus membayar harga yang lumayan premium, apalagi jika dibandingkan dengan langganan paketan Three (3).
8. The best crispy chicken in da world!
HAL YANG PALING WAJIB DILAKUKAN SAAT KE KOREA SELATAN ADALAH COBAIN AYAM GORENG NYA!
Ayam goreng di Korea adalah the best in the world. KFC? merupakan kasta mid-low level dalam tahta kerenyahan ayam goreng di Korea.
Menurut mayoritas masyarakat korea, Ayam goreng terbaik dipegang oleh brand BB-Q kemudian BHC dan ada Kyochon di ranking 4 atau 5. Ayam BB-Q merupakan perpaduan antara kulit renyah dan daging yang gurih- dan lebih terasa ayam tradisional korea. Sementara BHC, merupakan KFC dengan kerenyahan, keenakan daging 3x lipat lebih enak! BHC bagi saya adalah the best!
Nah bagi mereka yang suka menyimpan ayam goreng sampai keesokan harinya, saya menyarankan Kyochon. Ayam Kyochon masih terasa renyah dan enak sampai hari ketiga!!! terutama yang honey!
Ayam goreng tersebut biasanya disajikan dalam potongan-potongan 1 ayam penuh dalam 1 kotak seharga antara 16,000-22,000 won. Memang kalau dimakan sendiri cukup banyak, tapi jika dinikmati bersama-sama sambil menikmati cola (atau beer jika orang lokal) adalah makanan terbaik saat nongkrong malam hari.
Sekali lagi, jika ke Korea, saya tidak menyarankan wajib makan bibimbap, bulgogi atau samgyetang -(ya mereka makanan tradisional sih tapi bisa dibeli di resto Koreadi Indonesia), tapi ayam goreng dari at least BB-Q, BHC atau Kyochon yang rasanya tidak ada duanya!
Oh ya, Kyo-chon ada di Indonesia tapi saya tidak pernah mencobanya. Sepertinya rasanya sedikit berbeda dengan di Korea...dan mungkin terlalu mahal jika dibandingkan kompetitornya di Indo.
9. Online Shopping ter-convenience
Mungkin ini dikarenakan saya tinggal di Korea saat online shopping benar-benar menggila dan ditambah dengan pandemi, jadi pengalaman yang saya dapatkan bintang lima.
Anyhow, di Korea Selatan terdapat banyak sekali situs belanja online, dan sepertinya semua chaebol memiliki portal online shopping dan menawarkan sistem points pada membershipnya, sebut saja SSF, SSG, GS-shop, e-mall shop, belum lagi Gmarket milik E-Bay, dan tentu saja favorit mayoritas penduduk Korea, Coupang.
Dalam kasus saya, karena tidak punya mobil di Korea, jadi berbelanja kebutuhan bulanan cukup merepotkan. Pertama, karena berat dan jalan menuju tower apartemen yang naik-turun dan sekitar 300 meter dari halte bus.
Alhasil, belanja apapun saya beli di Coupang. Serunya lagi, selain menjual seluruh barang yang ada termasuk sayur, daging halal, cabe sampai dengan tas branded, buku, lemari, sepeda, elektronik, mereka menyediakan layanan pengiriman cepat (namanya :roket) sehari dua kali.
Jika saya memesan sayur sebelum jam 9 malam, maka sebelum jam 7 pagi keesokan harinya harus sudah sampai di depan pintu apartemen. Banyak kasus, saya bisa terima jam 12 malam. Kemudian jika saya pesan sebelum jam 9 pagi maka saya bisa dapet sebelum jam 4 sore. Melebihi semua itu, bebas ongkir! Setiap bulan saya cukup berlangganan 2900 won atau sekitar 40 ribu, biasanya setara dengan 1 kali ongkos kirim di Korea. Lebih-lebih seluruh paket dimasukkan ke dalam packaging yang rapi dan selalu baru (kardus) atau jika memilih yang eco-friendly, tas cooler yang akan dikolek oleh kurir ketika dia mengirimkan paket baru ke alamat kita.
Meskipun semuanya dalam bahasa korea, namun platform coupang juga sangat user-friendly. Kita bisa mengetik barang yang sedang kita cari dalam bahasa inggris, mesin pencari pun tetap bekerja. Kecuali terdapat banyak barang yang mungkin susah dicari padanannya dalam bahasa inggris, sehingga jumlah barang yang ditampilkan mengerucut.
Tidak terbatas pada coupang, mungkin karena penduduk Korea yang relatif kecil dibandingkan dengan kompetisi antar online shopping, jadi sistem membership yang ditawarkan sangat menguntungkan bagi pelanggan. Dan lagi, harga di online biasanya 10-20% lebih murah dibanding di outlet.
So much win for customer!
10. Autumn
Dibandingkan musim lainnya, musim gugur di Korea adalah yang terbaik. Saat pepohonan di jalanan berubah warna menjadi kuning dan tak lama, guguran daun membuat karpet emas sepanjang jalan. Selain itu, di musim ini, langit Korea menjadi sangat bersih dan biru seolah polusi menjauh dari Korea.
Meskipun mayoritas jalanan utama di Korea dipenuhi tanaman Ginkgo-yang membuat musim gugur magically golden, namun terdapat daerah pegunungan yang dipenuhi dengan pepohonan maple, si daun merah. Tak jarang perpaduan dua warna itu begitu cerah dan mencolok, dipadu dengan suhu udara yang cukup segar (walaupun dingin) membuat musim ini menjadi alasan bagi penduduk untuk memulai banyak hal. Hiking, tracking, jalan-jalan ke taman, piknik di bawah pohon sebelum udara terlalu dingin saat memasuki winter.
Summer di Korea seperti di timur tengah, Winter terlalu dingin seperti di Siberia, sementara spring-yes indah dengan bunga sakura bermekaran, namun masa-masa ini, polusi udara paling parah karena penggunaan heater secara masal di seluruh negeri jadi cukup sulit melihat langit yang cerah. Dan, udara saat spring, terutama di bulan mei, sudah mulai pengap karena masuk ke summer.
11. Skincare mania
Ever wonder kenapa orang Korea terlihat lebih fresh dan dewwy kulitnya? Saat di Korea, saya kadang bisa membedakan mana orang China, Korea atau Jepang dari penampilan mereka.
Orang Korea lebih menyukai penampilan yang nude dengan menonjolkan kekenyalan dan kemulusan kulit wajah yang dipadu dengan bibir warna terang. Ini semua karena skin care-routine heavily promoted di Korea.
Jika di Indonesia, banyaknya Indomart dan Alfamart mungkin bisa diadu dengan kantor pos, maka di Korea bisa diadu antara jumlah coffee shop dengan toko menjual skin care.
Kadang saat bosan, ingin belanja, saya tidak pergi ke minimarket tapi ke toko skin care seperti Olive Young, La La La atau Nature Republic yang bisa ditemukan at least 1 di tiap blok. Di sana, kita bisa cuci mata dengan masker varian baru sampai dengan koyo teknologi baru. Kadangpun, ga perlu beli apa-apa sudah happy.
Anyhow, dari kegiatan mencoba-coba skin care, saya jadi teredukasi bagaimana merawat kulit agar awet muda. Tujuan perawatan kulit di korea pun diutamakan tidak untuk perubahan drastis seperti lebih putih, namun sejalan waktu lebih mulus dan awet muda.
Dari hasil perawatan tersebut, mari kita lihat bertahun-tahun kemudian apakah memang wajah saya se awet muda Son Hye Jin hahaha.
So far, ini adalah hal-hal yang paling saya sukai di Korea. Along the way, mungkin saya akan menambahkan lagi saat teringat atau mulai merindukan kota ini. Sebagai disclaimer, ini adalah pendapat pribadi dari pengalaman saya tinggal 3.5 tahun di Korea Selatan. Pengalaman yang lain mungkin berbeda sehingga pendapatnya juga berbeda.
Comments
Post a Comment